Kendari,anoatribun.com - Garda Muda Anoa Sulawesi Tenggara (GMA SULTRA) kembali menyuarakan desakan keras kepada Kejaksaan Negeri Kolaka Utara untuk menuntaskan kasus korupsi proyek pematangan dan penyediaan lahan Bandara Kolaka Utara secara transparan dan tanpa tebang pilih. GMA SULTRA menuding Bupati aktif Kolaka Utara, Nur Rahman Umar sebagai pihak yang patut didalami keterlibatannya sejak awal proyek berjalan.
Kasus ini bermula pada tahun anggaran 2020–2021, saat proyek pematangan lahan bandara digulirkan oleh Pemkab Kolaka Utara. Proyek ini menelan anggaran, yakni Rp 45 miliar dari APBD dan pinjaman Bank Sultra sebesar Rp 100 miliar, yang seluruhnya disetujui dan dijalankan di bawah kepemimpinan Nur Rahman Umar.
Temuan awal dari BPK RI pada tahun 2023 mengindikasikan adanya kerugian negara sebesar Rp 7,7 miliar, yang kemudian naik menjadi hampir Rp 9,8 miliar setelah audit lanjutan. Merespons hasil audit tersebut, pada 6 Mei 2024, Kejari Kolaka Utara menetapkan tiga tersangka: mantan Kadis Perhubungan (selaku KPA), pejabat pembuat komitmen, dan pihak kontraktor pelaksana.
Meski demikian, hingga kini Kejari belum menyentuh tokoh pengambil kebijakan utama. Bahkan ketika Nur Rahman Umar dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Kendari pada 30 Juli 2024, publik justru semakin curiga. Dalam persidangan, Nur Rahman mengakui bahwa alat berat milik keponakannya digunakan dalam proyek tersebut—fakta yang menurut GMA SULTRA semakin memperkuat indikasi keterlibatan keluarga dekat dalam praktik kotor ini.
Direktur Eksekutif GMA SULTRA, Muhammad Ikbal Laribae, menyampaikan bahwa langkah hukum Kejari terkesan hanya menyasar pelaku teknis dan mengabaikan tanggung jawab struktural dari kepala daerah yang memegang kuasa anggaran saat proyek digelar.
“Kami menduga kuat bahwa Bupati bukan hanya tahu, tetapi juga ikut mengatur proyek ini sejak awal. Bukti keterlibatan alat berat keluarga adalah pintu masuk untuk membongkar semuanya. Sayangnya, Kejari tampak ragu menyentuh figur utama,” tegas Ikbal.
Desakan GMA SULTRA makin menguat setelah pada 12 Juni 2025, Kejari Kolaka Utara kembali menetapkan seorang tersangka baru berinisial M (57), seorang konsultan pengawas. Ia ditahan atas dugaan merekayasa dokumen penawaran yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 518 juta. Namun penahanan ini dinilai masih belum menyasar akar persoalan.
“Jika Kejari Kolut hanya menyentuh pelaku teknis dan membiarkan pengambil keputusan tetap aman, maka ini bukan penegakan hukum—melainkan pengalihan isu. Kami menduga kuat adanya upaya sistematis melindungi aktor utama,” seru Ikbal lantang.
GMA SULTRA menyatakan siap menggalang konsolidasi massa dan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran jika Kejari terbukti tidak serius mengungkap seluruh pihak yang terlibat.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika Kejari Kolut terus bermain mata dengan kekuasaan, maka perlawanan akan bergulir di jalanan. Hukum tidak boleh tunduk di bawah tekanan elit” pungkas Ikbal.